
ksi pemboikotan kelas yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Simalungun, Fakultas Ekonomi, menuai beragam tanggapan dari mahasiswa dan dosen. Dalam wawancara kru samudera dengan beberapa mahasiswa Fakultas Ekonomi, adanya pro dan kontra menyoalkan aksi tersebut.
DLH, seorang mahasiswa ekonomi, mengaku terganggu dengan aksi boikot, namun tetap mendukung gerakan yang dilakukan mahasiswa.
“Aku setuju sama aksi mereka karena yang terjadi memang menyalahi aturan. Aku sendiri sudah merasakan bagaimana nilai tidak keluar karena dikira belum membayar buku, padahal sudah,” kata nya.
“Kalau aksi aku pro, tapi kalau pemboikotannya kurang setuju. Sebagai mahasiswa, aku juga ingin masuk kelas apalagi menjelang ujian,” tambah nya.
Disamping itu, pendapat berbeda disampaikan oleh Tasya, yang juga sebagai mahasiswa di Fakultas ekonomi . Ia mengaku merasa sangat dirugikan oleh aksi tersebut.
“Rumahku jauh, dan aku sudah mengeluarkan waktu, biaya, dan tenaga untuk ke kampus, tapi malah sia-sia karena tidak ada kegiatan belajar. Aku sangat menyayangkan aksi boikot ini. Kalau mau demo, sebaiknya setelah jam kuliah selesai, misalnya jam satu ke atas,” kata nya.
Tasya juga menilai bahwa pemboikotan ini bukan cara yang efektif dalam menyampaikan aspirasi.
“Menurutku, kalau mau menyampaikan aspirasi, tunggu jam perkuliahan selesai. Selain itu, pemboikotan kelas yang terjadi selama seminggu berturut-turut terlalu berlebihan dan merugikan mahasiswa lain yang ingin belajar,” tambahnya.
Sementara itu, DA, mahasiswa ekonomi lainnya, juga tidak setuju dengan aksi pemboikotan kelas.
“Masih ada cara lain untuk menyampaikan aspirasi tanpa mengganggu pembelajaran,” katanya.
Menurutnya, aksi tersebut membuat dosen jarang masuk kelas dan sebaiknya aksi dilakukan di luar jam belajar mengajar.
DA menegaskan bahwa ia netral dalam aksi ini, asalkan pemboikotan tidak terjadi saat jam pembelajaran berlangsung.
Selaras dengan itu, RA salah satu mahasiswa FE mengaku aksi tersebut sangat mengganggu, terutama karena berlangsung berminggu-minggu.
“Kalau tidak seperti ini, pihak yang bersangkutan tidak akan memperhatikan masalah yang terjadi,” kata nya.
Namun, ia lebih memilih solusi lain, seperti dialog antara mahasiswa, yayasan, dan rektorat. Jadi tidak akan merugikan mahasiswa lain yang ingin belajar.
Ia juga berharap mahasiswa yang melakukan aksi tetap menjaga fasilitas kampus dan segera mengakhiri pemboikotan agar proses pembelajaran kembali normal.
Di sisi lain, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Simalungun, Kristanto, juga memberikan tanggapannya terkait aksi pemboikotan kelas.
“Dampak boikot jelas merugikan mahasiswa, walaupun tidak 100%, karena sebagian proses belajar mengajar tetap berjalan,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa dosen tetap menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi sesuai aturan.
“Saat ini, kami tetap berupaya melaksanakan tugas sebagaimana mestinya agar mahasiswa tidak dirugikan,” tambahnya.
Kristanto berharap agar pihak terkait segera mengambil langkah persuasif guna mendapatkan solusi terbaik.
“Yang terpenting, kita harus belajar melihat masalah dari berbagai perspektif agar mampu mengelola konflik secara konstruktif,” pungkasnya.
Aksi pemboikotan ini membuat mahasiswa ekonomi berharap ada solusi yang adil tanpa harus mengorbankan proses pembelajaran.
Reporter: Elvira & Mai