
Akademisi Universitas Simalungun (USI) Yuda Saragih, S.H., M.H. menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan agar calon anggota Polri wajib berpendidikan minimal S1 merupakan keputusan yang cukup adil. Menurutnya, MK telah mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih berpendidikan hingga jenjang SMA.
“Tidak semua masyarakat punya kesempatan kuliah, jadi keputusan MK sudah tepat agar tidak membatasi peluang mereka untuk menjadi polisi,” ujar Yuda.
Meski demikian, Yuda berpendapat bahwa pemohon seharusnya lebih spesifik dalam mengajukan permintaan terkait syarat pendidikan tersebut. Ia menilai, ketentuan S1 sebaiknya diterapkan hanya pada jabatan tertentu yang membutuhkan pemahaman hukum dan kemampuan analisis yang lebih tinggi.
“Saya setuju kalau untuk penyidik atau perwira memang perlu S1, terutama di bidang hukum, karena mereka harus paham proses penyidikan dan aturan hukum yang berlaku,” jelasnya.
Yuda menegaskan pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia di tubuh kepolisian. Ia mendorong agar pemerintah dan Polri membuka kesempatan bagi anggota kepolisian untuk melanjutkan pendidikan tanpa mengganggu tugas pokok mereka.
Selain itu, Yuda juga menyoroti perlunya pembenahan sistem kerja dan mekanisme rekrutmen agar lebih transparan dan profesional.
“Pemerintah dan Polri perlu bekerja sama dengan akademisi dan masyarakat untuk memastikan proses rekrutmen berjalan adil dan menghasilkan polisi yang berkualitas,” tuturnya.
Di akhir pernyataannya, Yuda mengingatkan bahwa Polri harus tetap berpegang pada visi dan misinya sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat.
“Kepolisian harus fokus memberikan pelayanan dan rasa aman kepada masyarakat, bukan hanya bertindak sebagai penegak hukum,” pungkasnya.
Reporter: Welpin & Kevin