Sampah Menggunung di Tanjung Pinggir, Solusi Masih Menggantung

Sampah Menggunung di Tanjung Pinggir, Solusi Masih Menggantung.

Sebanyak tujuh mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan semester 4 Universitas Simalungun turun langsung meninjau kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tanjung Pinggir yang sudah sangat memprihatinkan, pada Jumat (16/05/2025) lalu.

Sampah masih menjadi persoalan serius di Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, dengan volume harian mencapai ratusan ton yang sebagian besar dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Tanjung Pinggir. Namun, sistem open dumping yang diterapkan di TPA tersebut menimbulkan berbagai dampak negatif seperti pencemaran lingkungan, bau menyengat, emisi gas berbahaya, hingga potensi longsor sampah. Minimnya lahan dan infrastruktur memperparah kondisi ini, sehingga jika tidak segera ditangani, Pematangsiantar terancam menghadapi krisis lingkungan yang lebih besar.

Menyikapi soal masalah sampah yang sudah dialami warga sekitar membuat mereka bingung harus berbuat apa, mereka ingin menyampaikan aspirasi mereka mengenai penumpukan sampah yang sudah berlebihan, tetapi dikarenakan mereka bukan warga asli dan tidak berdomisili disana sehingga mereka tidak punya pilihan lain, hanya bisa berharap semoga masalah sampah ini cepat terselesaikan.

R. Pakpahan, mengatakan bahwa lokasi TPA ini kurang tepat, karena daerah ini termasuk pusat kota dan juga jalan alternatif. Menurutnya masih ada tempat yang tepat untuk dijadikan TPA, yaitu di UPAS.

Ia juga menambahkan bahwa lahan TPA ini awalnya milik seseorang warga yang bermarga Sitorus, namun tidak lama dijual kepada pengusaha perumahan. Setelah itu, mantan walikota Pematangsiantar Ibu Susanti meminta agar lahan tersebut dikontrak oleh Pemko selama 1 tahun (April 2024 – April 2025).

Karena R. Pakpahan merupakan warga setempat, ia turut menyaksikan dan menandatangani surat jual beli dan diberi uang 300.000.

“Saya memang diberi uang Rp.300.000, tapi sekarang ini saya belum tau pasti apakah lahan tersebut sudah diperpanjang kontrak atau belum,” ungkapnya pada Jumat (16/05/2025 )lalu.

Selama 15 tahun tinggal di Tanjung Pinggir sekitar TPA, R. Pakpahan mengaku jika pemerintah tidak pernah memberikan bantuan apapun, justru yang memberikan mereka bantuan adalah dari Rumah Makan Garuda berupa nasi, dan bantuan dari orang-orang kaya dan pengusaha.

“ Apalagi ketika sedang Kampanye berlangsung banyak bantuan yang datang, ntah karena mereka meminta dukungan atau memang tulus membantu. Tapi, bantuan yang diberikan bukan untuk warga sekitar melainkan dikuasai para pemulung di TPA karena alasan tidak terdaftar sebagai pemulung,” ungkapnya kecewa.

Menurut Indra Dermawan yang merupakan salah satu warga tersebut, ia mendengar kabar bahwa pemerintah akan mendatangkan investor dari Jepang untuk mengelola sampah jadi industri, tapi sampai saat ini tidak ada hasilnya hanya teori.

Dia juga mengatakan bahwa penggunaan teknologi mesin penghancur sampah yang beredar di media sosial, mengatakan bahwa itu semua tidak ada hanya pencitraan media saja.

Indra Dermawan menyampaikan bahwa seharusnya sudah ada tindakan tegas dari Wali Kota baru, Wesli Silalahi, yang sebelumnya saat kampanye berjanji akan membersihkan dan memindahkan TPA. Namun hingga saat ini, belum ada realisasi dari janji tersebut.

” Saya sangat kasihan melihat masyarakat yang tinggal di sekitar TPA karena harus menghadapi kondisi lingkungan yang tidak sehat, bahkan menjadi sarang penyakit bagi saya maupun mereka,” tuturnya.


Namun menurut Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Nalpius Surbakti, bahwa penyebab penumpukan sampah di TPA tanjung pinggir adalah sarana dan prasarana yang kurang baik, dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam membuang sampah.

Ia menjelaskan bahwa mereka sudah menyediakan TPPS atau bak sampah yang sudah disediakan, namun masyarakat yang kurang disiplin waktu dalam membuang sampah.

“ Karena kita sudah sampaikan kepada masyarakat bahwa pembuangan sampah dimulai dari jam 6 sampai 8 pagi dan nanti jam 10 sudah diangkat, kalau sore jam 4 sampai jam 5,” ungkapnya pada Senin (19/05/205 )lalu.

“ Ini tidak, nanti petugas datang jam 10 masyarakat membuang sampahnya jam 11 pagi, jadi itu akan diangkat besoknya. Kemudian jam 5 pagi datang pemulung, dikorek-koreknya sampai yang terdalam, setelah memilah milih sampah mereka tinggalkan begitu saja sehingga sampah menjadi berserakan,” tambahnya.

Menurut penjelasan Nalpius Surbakti selaku Sekretaris DLH menjelaskan awalnya TPA ini merupakan lahan kosong kemudian di buat menjadi TPA, setelah 10 tahun kemudian warga membangun rumah disekitar area TPA.

” Masyarakat meminta untuk memindahkan TPA tersebut padahal TPA tersebut sudah ada sebelum mereka membangun rumah. Jadi artinya masalah sampah tersebut bukan hanya masalah pemerintah tapi juga masyarakat turut ikut serta,” Ucap Nalpius Surbakti .

Reporter: Mai dan Anisa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WeCreativez WhatsApp Support
Hubungi Tim Samudera, agar segera meliput!
Halo sobat Samudera....